Minggu, 11 September 2011

Laporan Praktikum Analisis Vegetasi Pohon di Kawasan Taman Nasional Baluran Situbondo


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Taman Nasional Baluran, Situbondo memiliki area yang luas dimana terdapat berbagai macam vegetasi yang ditemukan. Dalam setiap area terdapat tumbuhan yang hampir sama. Vegetasi (komunitas tumbuhan) diberi nama atau digolongkan berdasarkan spesies atau bentuk hidup yang dominan, habitat fisik atau kekhasan yang fungsional. Oleh karena itu, maka kita dapat menyatakan suatu komunitas seperti vegetasi, padang rumput, vegetasi pasar pantai, vegetasi kebun teh, vegetasi hutan bakau.
Analisis vegetasi ialah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Greig-Smith, 1983 dalam Heriyanto, 2009).
Analisis vegetasi merupakan cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan: 1) Mempelajari tegakan hutan, yaitu pohon dan permudaannya. 2) Mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput/alang-alang dan vegetasi semak belukar.
Dari segi floristis ekologis pengambilan sampling dengan cara “random sampling” hanya mungkin digunakan apabila lapangan dan vegetasinya homogen, misalnya padang rumput dan hutan tanaman. Pada umumnya untuk keperluan penelitian ekologi hutan lebih tepat dipakai “systematic sampling”, bahkan “purposive sampling” pun boleh digunakan pada keadaan tertentu. Luas daerah contoh vegetasi yang akan diambil datanya sangat bervariasi untuk setiap bentuk vegetasi mulai dari 1 dm2 sampai 100 m2. Suatu syarat untuk daerah pengambilan contoh haruslah representatif bagi seluruh vegetasi yang dianalisis. Keadaan ini dapat dikembalikan kepada sifat umum suatu vegetasi yaitu vegetasi berupa komunitas tumbuhan yang dibentuk oleh populasi-populasi. Jadi peranan individu suatu jenis tumbuhan sangat penting. Sifat komunitas akan ditentukan oleh keadaan individu-individu tadi, dengan demikian untuk melihat suatu komunitas sama dengan memperhatikan individu-individu atau populasinya dari seluruh jenis tumbuhan yang ada secara keseluruhan. Ini berarti bahwa daerah pengambilan contoh itu representatif bila didalamnya terdapat semua atau sebagian besar dari jenis tumbuhan pembentuk komunitas tersebut (Soemarto, 2001 dalam Heriyanto 2009).
Dengan demikian pada suatu daerah vegetasi umumnya akan terdapat suatu luas tertentu, dan daerah tadi sudah memperlihatkan kekhususan dari vegetasi secara keseluruhan.yang disebut luas minimum (Odum, 1998 dalam Heriyanto, 2009).
Dalam hal ini praktikan melakukan penelitian terhadap unit penyusun vegetasi pohon di Kawasan Taman Nasional Baluran Situbondo. Unit penyusun vegetasi (komunitas) adalah populasi, sedangkan unit penyusun populasi adalah semua individu yang berada di tempat praktikan dilakukan. Oleh karena itu, dalam penelitian mengenai vegetasi tumbuhan dilakukan dilakukan dengan cara mengamati individu-individu yang terdapat dalam populasi tersebut. Kajian mengenai vegetasi mengungkapkan sifat dari setiap populasi sehingga dapat menggambarkan vegetasi berdasarkan karakteristik suatu populasi tersebut. Dalam hal ini kami mengadakan praktikum tentang analisis vegetasi pohon
Metode yang kami lakukan dalam praktikum analisis vegetasi pohon adalah metode kuadrat. Pohon yang kami dapat dalam plot adalah pohon.
Dengan adanya hal tersebut kami melakukan praktikum tentang analisis vegetasi pohon yang selanjutnya kami akan menentukan nama pohon yang kami temukan dengan cara identifikasi, kemudian menentukan kerapataan populasi, dominansi populasi, frekuensi populasi, nilai penting suatu komunitas tumbuhan serta analisis vegetasi.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.   Berapa banyak tumbuhan yang dapat diidentifikasi?
2.   Berapa kerapatan populasi suatu vegetasi pohon?
3.   Berapa dominansi relatif suatu vegetasi pohon?
4.   Berapa frekuensi relatif suatu vegetasi pohon?
5.   Berapa nilai penting suatu komunitas tumbuhan?
6.   Bagaimana analisis vegetasinya?

C.    Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini antara lain:
1.   Mengidentifikasi nama tumbuhan komunitas hutan pohon.
2.   Menentukan kerapatan populasi komunitas hutan pohon.
3.   Menentukan dominansi relatif komunitas hutan pohon.
4.   Menentukan frekuensi relatif komunitas hutan pohon.
5.   Menentukan nilai penting suatu komunitas tumbuhan komunitas hutan pohon.
6.   Melakukan analisis vegetasi komunitas hutan pohon.

D.    Manfaat
1.      Dari segi keilmuan, dapat mendorong perkembangan ilmu ekologi, yaitu untuk menambah referensi cara analisis vegetasi pohon pada suatu area.
2.      Dari segi praktis, analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan, yaitu mempelajari tegakan hutan (tingkat pohon dan permudaannya) dan tegakan tumbuh-tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah ialah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat dibawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput atau alang-alang dan vegetasi semak belukar.

E.     Batasan Penelitian
1.      Metode yang digunakan ialah metode kuadrat.
2.      Ukuran plot yang digunakan dalam metode kuadrat.
3.      Menganalisis vegetasi komunitas hutan pohon.
4.      Analisis vegetasi pohon dilakukan di Kawasan Taman Nasional Baluran Situbondo.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Analisis Vegetasi
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis.
Vegetasi tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu :
1.      pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda
2.      menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal
3.      melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983 dalam Heriyanto 2009).
            Gambaran tentang suatu vegetasi dapat dilihat dari keadaan unit penyusun vegetasi yang di cuplik. Berbagai karakter tumbuhan dapat di ukur, biasanya parameter vegetasi yang umum diukur adalah densitas (kerapatan), dominansi, dan frekuensi (kekerapan), Indeks Nilai Penting (INP). Densitas, dominan, frekuensi, dan INP dapat di peroleh dengan berbagai cara metode sampling. Parameter vegetasi tersebut dapat diukur secara kuantitatif sebagai berikut :
1.        Densitas seluruh spesies
Densitas seluruh spesies = Jumlah cacah individu seluruh spesies / Luas daerah cuplikan
2.        Densitas spesies A
Densitas spesies A = Jumlah cacah individu spesies A / Luas area cuplikan
3.        Luas area cuplikan
Luas area cuplikan = Jumlah plot x Luas plot
4.        Densitas relatif spesies A
Densitas relatif spesies A = Total cacah individu spesies A / Total cacah individu seluruh spesies x 100%
5.        Frekuensi absolute
Frekuensi absolut = Jumlah plot yang ada spesies A/ Jumlah seluruh plot x 100%
6.        Frekuensi spesies A
Frekuensi adalah pengukuran distribusi atau agihan spesiesyang ditemukan pada plot yang dikaji. Frekuensi menjawab pertanyaan pada plot mana saja spesies tersebut ditemukan atau beberapa kali munculnya suatu spesies pada plot yang di teliti. Frekuensi diekspresikan sebagai prosentase munculnya cacah plot tempat suatu spesies ditemukan.
Frekuensi spesies A =    jumlah plot terdapatnya spesies A    x 100 %
                                jumlah seluruh plot yang dicuplik

Misalnya spesies A dalam 10 plot yang di teliti ditemukan 2 kali atau muncul 2 kali,
Jadi frekuensi spesies A =  x 100 % = 20 %      
Frekuensi dapat di nyatakan dalam pecahan atau dalam persen. Frekuensi dapat juga di ekspresikan dengan istilah relatif.
Frekuensi relatif spesies A =   total frekuensi spesies A               x 100 %
                                                Jumlah total frekuensi spesies A

7.        Frekuensi relatif
Frekuensi relatif = Frekuensi spesies A / Frekuensi spesies x 100 %
8.        Kerapatan (K)
Kerapatan populasi di definisikan sebagai ukuran besar populasi yang berhubungan dengan satuan ruang. Kerapatan kasar merupakan cacah individu per satuan ruang total sedangkan kerapatan ekologik adalah cacah individu per satuan habitat (luas daerah yang sesungguhnya dapat di huni populasi). Bisa juga dinyatakan bahwa kerapatan adalah jumlah individu per unit area.
Individu dalam populasi mungkin diagihkan menurut tiga pola yaitu : acak, seragam dan berkelompok (tidak teratur dan tidak teracak). Dominasi adalah pengendalian nisbi yang di terapkan oleh makhluk atas komposisi spesies dalam komunitas.
Indeks dominansi dapat di hitung dengan rumus :
ID = n. 
ID : indeks dominansi
n    : jumlah plot yang di dalamnya terdapat spesies A
N   : jumlah X (spesies A)
Tipe penyebaran
· jika id = 1, maka distribusi populasi adalah random
· jika id > 1, maka distribusi populasi adalah seragam
· jika id <  maka distribusi populasi adalah mengelompok.
9.        Dominansi absolute spesies
Dominansi absolute diperoleh dengan cara sebagai berikut :
Dominansi absolute = Basal area : ukuran cuplikan area
10.    Basal area
Basal area merupakan penutupan areal hutan mangrove oleh batang pohon. Basal area didapatkan dari pengukuran batang pohon mangrove yang diukur secara melintang (Cintron dan Novelli, 1984). Diameter batang tiap spesies tersebut kemudian diubah menjadi basal area dengan menggunakan rumus :
BA =  (1/2 d)2 x π
Dimana : BA = Basal Area
                                π = 3,14      
              d = Diameter batang
11.    Kerapatan absolute
Kerapatan absolute = Luas area / P2
P = Total jarak / jumlah point center
12.    Kerapatan relative
Kerapatan relative = Jumlah spesies / Total seluruh spesies x 100 %

B.     Metode Kuadrat
1.   Bentuk Cuplikan
Bentuk sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran dengan luas tertentu. Hal ini tergantung pada bentuk vegetasi. Berdasarkan metode pantauan luas minimum akan dapat di tentukan luas kuadrat yang di perlukan untuk setiap bentuk vegetasi tadi. Untuk setiap plot yang di sebarkan di lakukan perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan dan frekuensi. Variabel kerimbunan dan kerapatan di tentukan berdasarkan luas kerapatan. Dari spesies yang di temukan dari sejumlah kuadrat yang di buat (Rahardjanto, 2001).

2.         Sistem analisis
a.       Kerapatan, ditentukan berdasarkan jumlah individu suatu populasi jenis tumbuhan didalam area cuplikan. Pada beberapa keadaan kesulitan dalam melakukan batasan individu tumbuhan, kerapatan dapat ditentukan dengan cara pengelompokan berdasarkan kreteria tertentu.
b.      Kerimbunan, ditentukan berdasarkan penutupan oleh populasi jenis tumbuhan. Apabila dalam menentukan kerapatan di jabarkan dalam bentuk kelas kerapatan, maka untuk perimbunannyapun lebih baik di gunakan kelas keribunan.
c.       Frekuensi, di tentukan berdasarkan kerapatan dari jenis tumbuhan di jumpai dlam sejumlah area cuplikan (n) di bandingkan dengan seluruh atau total area cuplikan yang dibuat (N) biasa dalam persen (%).
       Metode kuadrat menggunakan petak contoh yang berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Surasana, 1990).
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai suatu persen jumlah total spesies yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian merupakan pengukuran yang relatif. Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur komunitas (Michael, 1994). Kelas Kerapatan Kerimbunan 5 Rapat sekali (dominan): tumbuhan sangat banyak dan selalu terlihat disekeliling plot. Menutupi 100% - 76% luas plot 4 Rapat (kodominan): terdapat dua atau lebih spesies yang dominan. Menutupi 75% - 51% luas plot 3 Agak jarang: tumbuhan masih terlihat dari tengah plot.  Menutupi 50% - 26% luas plot 2 Sedikit: dapat dicrai sambil berjalan tanpa mengganggu tumbuhan lain. Menutupi 25% - 0,5% luas plot 1 Sangat jarang: hanya dapat ditemukan dengan jalan mencari diantara tumbuhan lain. Menutupi < 0,5% luas plot. Keragaman spesies dapat diambil untuk menanadai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapat dinyatakan secara numerik sebagai indeks keragaman atau indeks nilai penting. Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi makin stabil (Michael, 1994).
Nilai penting merupakan suatu harga yang didapatkan dari penjumlahan nilai relatif dari sejumlah variabel yang telah diukur (kerapatan relatif, kerimbunan relatif, dan frekuensi relatif). Jika disusun dalam bentuk rumus maka akan diperoleh: Nilai Penting = Kr + Dr + Fr Harga relatif ini dapat dicari dengan perbandingan antara harga suatu variabel yang didapat dari suatu jenis terhadap nilai total dari variabel itu untuk seluruh jenis yang didapat, dikalikan 100% dalam tabel. Jenis-jenis tumbuhan disusun berdasarkan urutan harga nilai penting, dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dan dua jenis tumbuhan yang memiliki harga nilai penting terbesar dapat digunakan untuk menentukan penamaan untuk vegetasi tersebut (Surasana, 1990).
Muller (1974) dalam Heriyanto (2009) membagi struktur vegetasi menjadi lima berdasarkan tingkatannya, yaitu: fisiognomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, struktur floristik, struktur tegakan. Struktur suatu vegetasi terdiri dari individu-individu yang membentuk tegakan di dalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan terdiri dari sekelompok tumbuh- tumbuhan yang masing-masing individu mempertahankan sifatnya (Danserau-Dombois, 1974 dalam Heriyanto 2009).
Menurut Kershaw (1973) dalam Heriyanto (2009), struktur vegetasi terdiri dari 3 komponen, yaitu:
1. Struktur vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan diagram           
profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semai dan herba
penyusun vegetasi.
2. Sebaran, horisotal jenis-jenis penyusun yang menggambarkan letak dari    
    suatu individu terhadap individu lain.
3. Kelimpahan (abudance) setiap jenis dalam suatu komunitas.
       Kelimpahan jenis ditentukan, berdasarkan besarnya frekuensi, kerapatan dan dominasi setiap jenis. Penguasaan suatu jenis terhadap jenis-jenis lain ditentukan berdasarkan Indeks Nilai Penting, volume, biomassa, persentase penutupan tajuk, luas bidang dasar atau banyaknya individu dan kerapatan (Soerianegara,1998 dalam Heriyanto 2009).


BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini ialah observasi karena tidak terdapat variabel yang mempengaruhi, yaitu variabel kontrol, variabel manipulasi, dan variabel respon dan penelitian dilakukan dengan cara pengamatan.

B.     Waktu dan Tempat Penelitian
1.      Tempat
Praktikum analisis vegetasi pohon dilakukan di Taman Nasional Baluran, Situbondo.
2.      Waktu
Praktikum analisis vegetasi pohon dilakukan pada Hari Rabu 23 Maret 2011, pada pukul 11.00 – 13.00 WIB.

C.    Prosedur Penelitian
1.      Alat dan Bahan
a.    Alat
1)      Meteran gulung
2)      Tali raffia
3)      Timbangan
4)      Cethok
5)      Termometer tanah atau Hg atau alkohol
6)      pH dan kelembaban tanah
7)      Termometer tanah
8)      Buku identifikasi
b.   Bahan
1)      Kertas dan bolpoin
2)      Karet gelang
3)      Kantong plastik

2.      Cara Kerja
a.       Menentukan luas area yang diteliti sepanjang garis transek di sekitar Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur. Mengukur setiap jarak di sepanjang 1 m garis transek. Menandai tiap- tiap transek sebagai titik cuplikan tiap kelompok.
b.      Tiap kelompok (stasiun) mengambil setiap titik sebanyak 4 kali.
c.       Pada masing- masing plot kuadrat, menentukan titik pusatnya. Dari titik pusat tersebut ditentukan 4 sub titik pusat. Setelah itu menentukan jarak dari masing- masing sub titik pusat (Metode Sub Point Center).
d.      Mengidentifikasi spesies tumbuhan yang paling dekat dengan titik pusat pada tiap sub titik pusat (kuadran) dan mengukur diameternya serta mengukur jaraknya dari point center. Pada analisis vegetasi pohon yang diukur adalah diameter batang setinggi dada.
e.       Mengambil daun atau bagian dari pohon untuk dibuat herbarium agar mempermudah melakukan identifikasi.
f.       Mengidentifikasi pohon tersebut dengan menggunakan buku identifikasi.
g.      Mengukur pH tanah dan kelembaban tanah masing- masing dengan menggunakan soil pH menggunakan soil tester.
h.      Mengukur suhu tanah dengan termometer tanah atau termometer alkohol atau Hg.
i.        Mengukur parameter-parameter analisis vegetasi pohon dengan rumus.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil
Tabel Hasil Pengamatan Analisis Vegetasi Pohon Di Taman Nasional Bama Baluran Situbondo.
No
Nama spesies
Jumlah
▲ jarak (m)
▲ diameter (m)
▲ PC
1
Acacia nilotica
1
1,95
0,363
1
2
Asem (Tamarindus indica)
3
13,79
1,026
2
3
Batang lampung (Scaevola taccada)
1
3,13
0,143
1
4
Desmodium umbellatum
3
12,10
0,487
3
5
Gadung (Dioscorea hispida)
1
0,31
0,064
1
6
Garum
8
24,13
1,322
3
7
Gebang (Corypha utan)
21
119,75
9,299
12
8
Heritiera littoralis
6
34,29
2,611
5
9
Kalopilum inopitum
1
2,30
0,178
1
10
Kayu buta (Excoecaria agallocha)
17
57,72
3,658
7
11
Kendal (Cordia obliqua)
1
3,83
0,022
1
12
Kepuh (Sterculia foetida)
9
30,85
3,526
4
13
Ketapang (Terminalia catappa)
23
75,00
7,461
14
14
Koranji (Pongamia pinnata)
2
9,50
0,28
2
15
Lampeni (Ardisia elliptica)
3
5,21
0,256
3
16
Lontar
3
7,53
1,448
3
17
Lumnitcera
5
5,60
0,653
2
18
Malengen
6
19,99
0,92
3
19
Manting (Syzygium polyanthum)
6
17,57
1,038
5
20
Mantingan
9
34,20
2,355
5
21
Nyamplung (Calophyllum inopyllum)
1
2,80
0,08
1
22
Palem
4
20,31
1,92
3
23
Pilocarpus granatum
1
5,27
0,768
1
24
Popoan (Brunchania arborescens)
10
31,51
2,082
7
25
Psilocarpus sp
3
20,00
0,465
3
26
Setigi (Pemphis acidula)
4
21,95
0,557
4
27
Trenggulum (Protium javanicum)
2
8,79
1,219
2
28
Vicus areodata
1
6,84
0,194
1
29
Waru laut (Thespesia populnea)
5
12,90
1,264
5

Jumlah total
160
609,12
45,659



No.
Nama Spesies
Basal Area
KM
KR
FM
FR
DM
DR
INP
1
Acacia nilotica
0.103
1.72
0.63
0.01
0.95
0.07
0.0658
1.64
2
Asem (Tamarindus indica)
0.826
5.17
1.88
0.01
1.90
0.53
0.5253
4.31
3
Batang lampung (Scaevola taccada)
0.016
1.72
0.63
0.01
0.95
0.01
0.0102
1.59
4
Desmodium umbellatum
0.186
5.17
1.88
0.02
2.86
0.12
0.1183
4.85
5
Gadung (Dioscorea hispida)
0.003
1.72
0.63
0.01
0.95
0.00
0.0020
1.58
6
Garum
1.372
13.80
5.00
0.02
2.86
0.87
0.8721
8.73
7
Gebang (Corypha utan)
67.880
36.22
13.13
0.08
11.43
43.15
43.1501
67.70
8
Heritiera littoralis
5.352
10.35
3.75
0.03
4.76
3.40
3.4019
11.91
9
Kalopilum inopitum
0.025
1.72
0.63
0.01
0.95
0.02
0.0158
1.59
10
Kayu buta (Excoecaria agallocha)
10.504
29.32
10.63
0.04
6.67
6.68
6.6772
23.97
11
Kendal (Cordia obliqua)
0.000
1.72
0.63
0.01
0.95
0.00
0.0002
1.58
12
Kepuh (Sterculia foetida)
9.760
15.52
5.63
0.03
3.81
6.20
6.2040
15.64
13
Ketapang (Terminalia catappa)
43.698
39.67
14.38
0.09
13.33
27.78
27.7781
55.49
14
Koranji (Pongamia pinnata)
0.062
3.45
1.25
0.01
1.90
0.04
0.0391
3.19
15
Lempeni
0.051
5.17
1.88
0.02
2.86
0.03
0.0327
4.76
16
Lontar
1.646
5.17
1.88
0.02
2.86
1.05
1.0463
5.78
17
Lumnitcera
0.335
8.62
3.13
0.01
1.90
0.21
0.2128
5.24
18
Malengen
0.664
10.35
3.75
0.02
2.86
0.42
0.4224
7.03
19
Manting (Syzygium polyanthum)
0.846
10.35
3.75
0.03
4.76
0.54
0.5377
9.05
20
Mantingan
4.354
15.52
5.63
0.03
4.76
2.77
2.7675
13.15
21
Nyamplung (Calophyllum inopyllum)
0.005
1.72
0.63
0.01
0.95
0.00
0.0032
1.58
22
Palem
2.894
6.90
2.50
0.02
2.86
1.84
1.8395
7.20
23
Pilocarpus granatum
0.463
1.72
0.63
0.01
0.95
0.29
0.2943
1.87
24
Popoan (Brunchania arborescens)
3.403
17.25
6.25
0.04
6.67
2.16
2.1631
15.08
25
Psilocarpus sp.
0.170
5.17
1.88
0.02
2.86
0.11
0.1079
4.84
26
Setigi (Pemphis acidula)
0.244
6.90
2.50
0.03
3.81
0.15
0.1548
6.46
27
Trenggulum (Protium javanicum)
1.166
3.45
1.25
0.01
1.90
0.74
0.7415
3.90
28
Vicus areodata
0.030
1.72
0.63
0.01
0.95
0.02
0.0188
1.60
29
Waru laut (Thespesia populnea)
1.254
8.62
3.13
0.03
4.76
0.80
0.7973
8.68

Jumlah Total
157.312
275.99
100.00
0.66
100.00
100.00
100.0000
300.00


B.     Analisis Data
Dari data yang kami peroleh dapat diketahui bahwa di Kawasan Taman Nasional Baluran, Situbondo terdapat 29 spesies pohon, dengan total jumlah sebesar 160 pohon. Spesies pohon yang mempunyai jumlah paling besar ialah Ketapang (Terminalia catappa), dengan jumlah 23 sedangkan spesies pohon yang sedikit atau berjumlah 1 yaitu, Acacia nilotica, Batang lampung (Scaevola taccada), Gadung (Dioscorea hispida), Kalopilum inopitum, Kendal (Cordia obliqua), Nyamplung (Calophyllum inopyllum), Pilocarpus granatum, dan Vicus areodata.  
Berdasarkan densitas spesiesnya, Gebang (Corypha utan) mempunyai nilai densitas spesies yang paling tinggi yaitu sebesar 43,15 sedangkan yang mempunyai nilai densitas yang rendah meliputi; Gadung (Dioscorea hispida), Kendal (Cordia obliqua), dan Nyamplung (Calophyllum inopyllum)  yaitu bernilai nol. Densitas relatif spesies terbesar pada spesies Gebang (Corypha utan) sebesar 43,1501 dan densitas relatif spesies terkecil pada Kendal (Cordia obliqua) dengan nilai sebesar 0,0002.
Spesies pohon yang mempunyai mempunyai frekuensi relatif terbesar yaitu Ketapang (Terminalia catappa) sebesar 13,33% sedangkan spesies pohon yang mempunyai frekuensi relatif kecil antara lain Acacia nilotica, Batang lampung (Scaevola taccada), Gadung (Dioscorea hispida), Kalopilum inopitum, Kendal (Cordia obliqua), Nyamplung (Calophyllum inopyllum), Pilocarpus granatum, Vicus areodata yaitu sebesar 0,95%.

C.    Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data yang ada, dapat diketahui bahwa spesies pohon Gebang (Corypha utan) memiliki tingkat densitas relatif spesies yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesies yang lain. Tingginya tingkat densitas dari spesies pohon yang menempati suatu ekosistem tertentu ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya faktor lingkungan yang mendukung seperti pH, suhu dan kelembaban yang cocok guna untuk mendukung pertumbuhan populasi selain itu juga memiliki kemampuan bersaing yang cukup kuat terhadap tanaman lain untuk tetap bertahan hidup di lingkungannya, karena  Gebang (Corypha utan) memiliki sistem perakaran yang mendukung dia untuk tumbuh. Selain sistem perakaran, sistem penyebaran bijinyapun sangat efektif dengan bantuan angin ataupun binatang. Biji sudah mampu menyebar ke segala arah yang mana bila kondisi lingkungan menguntungkan dia akan mampu tumbuh  menjadi individu baru.
Untuk spesies pohon Kendal (Cordia obliqua) mempunyai nilai densitas relatif yang paling rendah. Rendahnya tingkat densitas spesies pohon tersebut bisa saja disebabkan karena lingkungan yang ada tidak mendukung spesies tersebut untuk berkembang sehingga pohon tersebut tidak dapat bertahan hidup, dan kalaupun dapat hidup hanya dalam jumlah yang sedikit.
Percobaan dengan menggunakan metode kuadrat hampir sama dengan metode garis. Dalam metode kuadrat, suatu vegetasi dianalisa dengan parameter dominansi dan frekuensi. Dominansi terbagi menjadi dominansi absolut dan dominansi relatif. Dominansi absolut diperoleh melalui pembagian antara jumlah titik yang tersentuh oleh jenis tertentu dibagi dengan jumlah titik total. Sedangkan dominansi relatif diperoleh dari pembagian antara dominansi absolut jenis tertentu dengan jumlah total dari dominansi absolut semua jenis dikalikan 100 persen. Sama halnya dengan dominansi, frekuensi terbagi menjadi frekuensi absolut dan frekuensi relatif. Frekuensi absolute diperoleh melalui pembagian antara jumlah seri yang mengandung jenis tertentu dengan jumlah seluruh seri. Sedangkan frekuensi relatif diperoleh dari pembagian antara frekuensi absolute jenis tertentu dengan jumlah total frekuensi absolute semua jenis dikalikan 100 persen.
Dari data pengamatan dan perhitungan antara dominansi absolut, frekuensi absolute, dominansi relatif serta frekuensi relatif dapat diketahui bahwa nilai penting dari jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan yang terbesar adalah nilai penting pada pohon Ketapang (Terminalia catappa). Hal ini dapat menunjukkan bahwa pohon Ketapang (Terminalia catappa) dapat berkembang dan tumbuh dengan baik pada lingkungan ini. Dengan demikian bahwa dengan metode kuadrat (intersepsi titik) ini dapat diketahui bahwa tanaman kelincir merupakan tumbuhan yang dominan dan memiliki nilai penting tertinggi dibandingkan tumbuhan lainnya sehingga dapat dijadikan tolak ukur dalam pemberian nama suatu vegetasi.

BAB V
PENUTUP

A.    Simpulan
Dari perolehan data dan analisisnya maka dapat disimpulkan bahwa tanaman herba yang ada di Taman Nasional Baluran, Situbonodo Jawa Timur memiliki tingkat densitas relatif tertingi untuk spesies Gebang (Corypha utan) sebesar 43,1501 dan tingkat densitas relatif spesies terendah untuk spesies Kendal (Cordia obliqua) sebesar 0,0002.

B.     Saran
Berdasarkan praktikun yang telah kami lakukan, kami dapat memberi saran untuk praktikum selanjutnya yaitu pada saat dilakukan penghitungan spesies pada komunitas pohon hendaknya dilakukan secara hati-hati dan dilakukan penghitungan seteliti agar tidak ada satu spesiespun yang akan tertinggal dalam pengamatan. Sebaiknya daun pohon yang diamati dibawa pulang untuk dijadikan sebagai sampel agar pada saat pengklasifikasian didapatkan data yang akurat dan benar sesuai dengan yang diinginkan.


DAFTAR PUSTAKA

 
Heriyanto, Riyan. 2009. Ekologi Tumbuhan. (Online), (http://heriyanto-riyan.blogspot.com/, diakses tanggal 25 Mei 2011).

Michael, P.. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

 Rahardjanto Abdul Kadir, 2005. Buku Petunjuk Pratikum Ekologi Tumbuhan. UMM Press. Malang.

Surasana, syafeieden. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: FMIPA Biologi ITB.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar